“Mas, cara mendirikan TBM itu gimana?”
Acap kali saya mendapatkan pertanyaan dari
berbagai orang, baik via fb ataupun SMS. Seakan mendirikan TBM itu suatu yang
rumit bin susah bingitz. Bagai saya, yang susah itu bukan bagaimana mendirikan
TBM. Tetapi, bagaimana merawat serta membersamai tumbuh kembangnya TBM, karena
menjaga TBM butuh nafas panjang. Tak sekedar tarik nafas yang dalam, kemudian
melepaskan, dan selesai begitu saja. Bahkan kadangkala nafas kita harus
tersengal-sengal untuk menghidupkan TBM.
TBM bukan tempat seremonial ketika dibuka atau
diresmikan saja, namun harus ada ruh literasi di dalamnya. Untuk bisa
menghadirkan ruh tersebut memang butuh itikad yang kuat dan harus datang dari
lubuk hati yang dalam. TBM yang jauh dari ruh literasi, mereka akan menguap
suatu saat.
Alih-alih, TBM hanya sekedar untuk mencari proyek ,
atau untuk menaikan credit point.
Membersamai dunia literasi memang sepi dari riuh tepuk tangan, juga
tidak ada hingar bingar seperti dunia politik. Bahkan sepi dari kawan, karena
aktifitas jalan sunyi ini tak dilirik dan diminati. Namun, ada tugas agung yang
teremban disana, karena bangsa yang beradab dilihat dari sejauh mana tingkat
literasinya.
Bagi saya, para pejuang TBM atau gerakan literasi
lainnya (dalam bentuk apapun) adalah para gerilyawan peradaban yang sedang
menyusun mozaik peradaban bangsa ini. Entah, mozaik ini akan terkumpul dikala
nafasnya masih ada, atau akan terbentuk oleh generasi dibawahnya kelak, bahkan
anak cucunya. Mereka sadar, bisa jadi yang akan menikmati adalah bukan mereka,
tetapi anak-anak Indonesia di masa depan. Mari wariskan peradaban literasi.
Salam…
Aries
Adenata
Presiden
Rumah Pelangi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar